Bucephalandra Mulai Dikembangkan Oleh Balitbang Pertanian
Budidaya Bucephalandra secara In Vitro Kultur jaringan

Bucephalandra Mulai Dikembangkan Oleh Balitbang Pertanian. Melejitnya tanaman Bucephalandra baik di dalam negeri maupun di luar negeri membuat tim Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian membentuk tim riset untuk budidaya secara kultur jaringan.
Hal ini untuk menjaga populasi Budchepalandra di alam liar yang semakin berkurang akibat perburuan secara massif. Bentuk pengembangannya yakni dengan memerbanyak benih secara kultur jaringan (in vitro) di Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.
Menurut Kepala Balitbangtan, Dr Fadjry Djufry, bucephalandra merupakan tanaman endemi Kalimantan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Di luar negeri seperti Amerika, para aquascaper harus merogoh kocek sebesar USD 7 untuk satu rumpun kecil buchepalandra.
“Di Indonesia masih banyak yang belum tahu, sementara di luar negeri sudah banyak yang memanfaatkannya,” ujar Fadjry saat mengunjungi Laboratorium Biologi, Sel dan Jaringan BB Biogen, Rabu (26/8/2020).
Melihat tingginya minat terhadap tanaman tersebut, Fadjry menilai perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan merupakan solusi yang tepat dalam memenuhi permintaan. Namun ia menegaskan bahwa pendistribusian bucephalandra harus dilakukan sesuai prosedur agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
“Bucephalandra harus kita lindungi karena ini merupakan kekayaan plasmanutfah Indonesia,” pungkasnya.
Peneliti Balitbangtan, Dr Rossa Yunita menjelaskan, bucephalandra memiliki karakter pertumbuhan yang lambat sehingga sulit dibudidayakan oleh petani tanaman air. Untuk itu Balitbangtan bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2016-2018 lalu menerapkan teknologi kultur jaringan dalam perbanyakan komoditas ekspor tersebut.
“Kita sebagai lembaga penelitian memiliki kewajiban untuk menemukan dan mengaplikasikan teknologi yang dapat diaplikasikan langsung oleh petani, sehingga mereka tidak lagi mengeksploitasi alam yang dapat merusak keragaman genetik kita,” ungkap Rossa.
Lebih lanjut Rossa menjelaskan, bucephalandra memiliki variasi yang sangat tinggi. Saat ini yang telah terdeteksi sebanyak 30 spesies yang tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Untuk itu, tanaman ini perlu segera dilepas sebagai varietas lokal.
“Jadi kedepan kita akan melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah terkait untuk melakukan pelepasan sehingga bucephalandra ini menjadi identitas daerah tersebut,” pungkasnya.